Mungkin Ini yang Salah dari Cara Networking Anda
Ada satu keluhan yang sering saya dengar dari para pengusaha dan profesional.
“Kenalan saya banyak.”
“Nomor kontak penuh.”
“Event networking rajin datang.”
Tapi kalimat berikutnya hampir selalu sama.
“Entah kenapa, order tetap segitu-gitu aja.”
Kalau Anda pernah ada di fase ini, izinkan saya bilang satu hal dulu: Anda tidak sendirian. Dan kabar baiknya, masalah ini jarang sekali soal kualitas produk, kemampuan jualan, atau kurangnya kerja keras.
Masalahnya hampir selalu ada di satu area yang sering kita anggap sudah benar: cara kita membangun networking.
Ketika “Kenal Banyak Orang” Tidak Sama dengan “Punya Banyak Peluang”
Dalam dunia bisnis, kita sering diajari satu mantra klasik: perbanyak relasi.
Masuk komunitas.
Datang ke seminar.
Aktif di grup WhatsApp.
Tukar kartu nama.
Secara teori, semuanya terdengar masuk akal. Semakin banyak orang yang mengenal kita, semakin besar peluang datang. Tapi realitasnya, banyak pengusaha justru terjebak di paradoks ini: jaringannya luas, tapi dangkal.
Nama Anda mungkin tersimpan di ratusan ponsel. Tapi pertanyaannya sederhana, dan sering kali menyakitkan:
Apakah nama Anda muncul di kepala mereka saat ada peluang?
Atau lebih jujurnya:
Apakah mereka bahkan ingat siapa Anda, dan apa yang Anda lakukan?
Di sinilah banyak orang mulai sadar bahwa ada perbedaan besar antara kenal dan diingat.
Kesalahan Pertama: Mengira Networking Itu Soal Hadir, Bukan Dirasakan
Banyak orang melakukan networking seperti checklist.
Datang.
Salam.
Basa-basi.
Pitch singkat.
Tukar kontak.
Pulang.
Secara teknis, semua langkah dilakukan dengan benar. Tapi ada satu hal yang sering tidak terjadi: tidak ada rasa yang tertinggal.
Orang lain mungkin tahu nama Anda.
Mereka mungkin tahu bisnis Anda.
Tapi mereka tidak merasakan apa-apa tentang Anda.
Dan dalam bisnis, orang jarang mereferensikan nama yang tidak menimbulkan rasa apa pun.
Kita sering terlalu fokus pada apa yang ingin kita sampaikan, bukan pada apa yang orang lain rasakan setelah berinteraksi dengan kita.
Padahal, peluang tidak datang karena presentasi paling rapi. Peluang datang karena ada seseorang yang suatu hari berkata, “Saya jadi kepikiran Anda.”
Kesalahan Kedua: Terlalu Sibuk Menjual, Lupa Membangun Koneksi
Ini kesalahan klasik yang sering tidak disadari.
Saat bertemu orang baru, pikiran kita langsung melompat ke satu pertanyaan:
“Bagaimana caranya orang ini bisa jadi klien saya?”
Akibatnya, setiap percakapan berubah menjadi pitch terselubung. Sedikit-sedikit mengarah ke produk. Sedikit-sedikit membahas jasa. Sedikit-sedikit memamerkan pencapaian.
Masalahnya, manusia punya radar yang sangat sensitif terhadap niat.
Saat orang merasa sedang “diincar”, koneksi langsung berhenti tumbuh. Mereka mungkin tetap sopan, tetap ramah, tapi secara emosional menarik jarak.
Ironisnya, semakin kita memaksa menjual di awal relasi, semakin kecil kemungkinan orang mau membuka pintu peluang untuk kita.
Kesalahan Ketiga: Mengira Semua Relasi Harus Langsung Menghasilkan
Banyak pebisnis kecewa karena merasa sudah “berinvestasi waktu” di networking, tapi belum dapat hasil. Mereka datang ke acara, ngobrol panjang, follow up, tapi tidak ada order.
Lalu mereka menyimpulkan: “Networking nggak efektif.”
Padahal, masalahnya bukan di networking, tapi di ekspektasi yang terlalu transaksional.
Relasi bisnis yang sehat jarang langsung menghasilkan. Ia tumbuh pelan-pelan, lewat rasa aman, kepercayaan, dan konsistensi.
Orang jarang mereferensikan Anda setelah satu kali ketemu. Tapi mereka sering melakukannya setelah beberapa interaksi kecil yang terasa tulus.
Masalahnya, banyak orang menyerah sebelum relasi itu sempat matang.
Kesalahan Keempat: Fokus ke Strong Ties, Mengabaikan Weak Ties Berkualitas
Kita cenderung menghabiskan energi terbesar pada orang-orang terdekat: partner lama, klien lama, lingkaran yang itu-itu saja. Itu penting, tapi sering kali peluang besar justru datang dari weak ties, orang-orang yang tidak terlalu dekat, tapi punya akses ke dunia yang berbeda.
Namun, ada jebakan di sini.
Weak ties bukan soal menambah kenalan sebanyak-banyaknya. Weak ties yang bernilai adalah mereka yang:
- Mengingat Anda
- Punya kesan positif tentang Anda
- Merasa nyaman merekomendasikan Anda
Tanpa itu, weak ties hanya jadi angka di daftar kontak.
Networking Bukan Tentang Siapa yang Anda Kenal, Tapi Siapa yang Mau Menyebut Nama Anda
Ini titik balik yang sering mengubah cara pandang banyak pengusaha.
Networking bukan tentang jumlah orang yang Anda kenal.
Bukan tentang seberapa sering Anda hadir.
Bukan tentang seberapa aktif Anda di grup.
Networking adalah tentang siapa yang mau menyebut nama Anda saat Anda tidak ada di ruangan itu.
Saat ada proyek.
Saat ada peluang.
Saat ada diskusi tertutup.
Apakah ada seseorang yang merasa cukup percaya, cukup nyaman, dan cukup peduli untuk berkata, “Saya kenal orang yang tepat untuk ini”?
Jika tidak, maka sebanyak apa pun jaringan Anda, hasilnya akan tetap terasa sepi.
Jadi, Apa yang Perlu Diubah?
Perubahan terbesar bukan di strategi besar, tapi di cara kita hadir dalam interaksi kecil.
Beberapa pergeseran sederhana tapi berdampak:
- Dari “bagaimana saya terlihat?” menjadi “bagaimana orang lain merasa?”
- Dari “apa yang bisa saya jual?” menjadi “apa yang bisa saya bantu?”
- Dari “berapa banyak kenalan?” menjadi “seberapa kuat kesan yang tertinggal?”
Mulailah memperlakukan setiap interaksi bukan sebagai peluang instan, tapi sebagai investasi rasa.
Perhatikan cara Anda mendengarkan.
Perhatikan cara Anda merespons.
Perhatikan apakah orang merasa dihargai, atau sekadar diprospek.
Penutup: Mungkin Masalahnya Bukan Jaringan Anda, Tapi Cara Anda Terhubung
Jika hari ini Anda merasa kenal banyak orang tapi tetap sepi order, besar kemungkinan bukan karena Anda kurang usaha. Justru sebaliknya, Anda mungkin sudah terlalu sibuk melakukan networking, sampai lupa membangun koneksi yang sebenarnya.
Bisnis tidak tumbuh dari siapa yang paling sering muncul, tapi dari siapa yang paling mudah diingat dan dipercaya.
Dan itu bukan soal bakat.
Bukan soal extrovert atau introvert.
Bukan soal pintar ngomong.
Itu soal kesadaran, niat, dan cara hadir sebagai manusia, bukan sekadar jualan.
Jika Anda merasa artikel ini menampar dengan halus, mungkin ini momen yang tepat untuk mengevaluasi ulang cara Anda membangun relasi. Karena bisa jadi, peluang yang Anda cari selama ini tidak jauh-jauh. Ia hanya menunggu Anda membangun koneksi dengan cara yang berbeda.
Di buku saya Tak Kenal Maka Tak Cuan, pola-pola seperti ini dibedah lebih dalam, bukan sebagai teori networking, tapi sebagai cara berpikir baru dalam membangun relasi yang benar-benar menghasilkan.
Dan mungkin, itu langkah berikutnya yang Anda butuhkan.


